Sabtu, 28 Juli 2018

DATA TINGKAT INFLASI DI INDONESIA

DEFINISI INFLASI

Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Penentuan barang dan jasa dalam keranjang IHK dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota. 
Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:
  1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas. [Penjelasan lebih detail mengenai IHPB dapat dilihat pada web site Badan Pusat Statistik www.bps.go.id]
  2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan. 
Pengelompokan Inflasi

Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose - COICOP), yaitu :

  1. Kelompok Bahan Makanan
  2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
  3. Kelompok Perumahan
  4. Kelompok Sandang
  5. Kelompok Kesehatan
  6. Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
  7. Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
  
DISAGREGASI INFLASI

Di samping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
Di Indonesia, disagregasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi:

  1. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti:
    • Interaksi permintaan-penawaran
    • Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang
    • Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen 
  1. Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti  terdiri dari :
    • Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.  
    • Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered Prices) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.

Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi outputpotensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR). Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari komdisi supply-demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMR, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan. 

KESTABILAN INFLASI

Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.



Penetapan Target Inflasi

Target atau sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang harus dicapai oleh Bank Indonesia, berkoordinasi dengan Pemerintah. Penetapan sasaran inflasi berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga tahun ke depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Berdasarkan PMK No.93/PMK.011/2014 tentang Sasaran Inflasi tahun 2016, 2017, dan 2018 tanggal 21 Mei 2014 sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2016 – 2018, masing-masing sebesar 4%, 4% dan 3,5% masing-masing dengan deviasi ±1%.
Sasaran inflasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya ke depan sehingga tingkat inflasi dapat diturunkan pada tingkat yang rendah dan stabil. Pemerintah dan Bank Indonesia akan senantiasa berkomitmen untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan tersebut melalui koordinasi kebijakan yang konsisten dengan sasaran inflasi tersebut. Salah satu upaya pengendalian inflasi menuju inflasi yang rendah dan stabil adalah dengan membentuk dan mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat agar mengacu (anchor) pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan (Lihat Peraturan Menteri Keuangan tentang sasaran inflasi 2016, 2017, dan 2018)
Angka target atau sasaran inflasi dapat dilihat pada web site Bank Indonesia atau web site instansi Pemerintah lainnya seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko Perekonomian, atau Bappenas. Sebelum UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sementara setelah UU tersebut, dalam rangka meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia maka sasaran inflasi ditetapkan oleh Pemerintah.

Tabel perbandingan Target Inflasi dan Aktual Inflasi
Tahun
Target Inflasi
Inflasi Aktual
(%, yoy)
2001
4% - 6%
12,55
2002
9% - 10%
10,03
2003
9+1%
5,06
2004
5,5+1%
6,40
2005
6+1%
17,11
2006
8+1%
6,60
2007
6+1%
6,59
2008
5+1%
11,06
2009
4,5+1%
2,78
2010
5+1%
6,96
2011
5+1%
3,79
2012
4,5+1%
4,30
2013
4.5+1%
8,38
2014
4.5+1%
8,36
2015
4+1%
3,35
​2016
4±1%
​3,02
​2017*
​4±1%
​2018*
3,5±1%​


LAPORAN INFLASI (Indeks Harga Konsumen)
Berdasarkan perhitungan inflasi tahunan

Bulan Tahun
Tingkat Inflasi
Juni 2018
3.12 %
Mei 2018
3.23 %
April 2018
3.41 %
Maret 2018
3.40 %
Februari 2018
3.18 %
Januari 2018
3.25 %
Desember 2017
3.61 %
Nopember 2017
3.30 %
Oktober 2017
3.58 %
September 2017
3.72 %
Agustus 2017
3.82 %
Juli 2017
3.88 %
Juni 2017
4.37 %
Mei 2017
4.33 %
April 2017
4.17 %
Maret 2017
3.61 %
Februari 2017
3.83 %
Januari 2017
3.49 %
Desember 2016
3.02 %
Nopember 2016
3.58 %
Oktober 2016
3.31 %
September 2016
3.07 %
Agustus 2016
2.79 %
Juli 2016
3.21 %
Juni 2016
3.45 %
Mei 2016
3.33 %
April 2016
3.60 %
Maret 2016
4.45 %
Februari 2016
4.42 %
Januari 2016
4.14 %
Desember 2015
3.35 %
Nopember 2015
4.89 %
Oktober 2015
6.25 %
September 2015
6.83 %
Agustus 2015
7.18 %
Juli 2015
7.26 %
Juni 2015
7.26 %
Mei 2015
7.15 %
April 2015
6.79 %
Maret 2015
6.38 %
Februari 2015
6.29 %
Januari 2015
6.96 %
Desember 2014
8.36 %
Nopember 2014
6.23 %
Oktober 2014
4.83 %
September 2014
4.53 %
Agustus 2014
3.99 %
Juli 2014
4.53 %
Juni 2014
6.70 %
Mei 2014
7.32 %
April 2014
7.25 %
Maret 2014
7.32 %
Februari 2014
7.75 %
Januari 2014
8.22 %
Desember 2013
8.38 %
Nopember 2013
8.37 %
Oktober 2013
8.32 %
September 2013
8.40 %
Agustus 2013
8.79 %
Juli 2013
8.61 %
Juni 2013
5.90 %
Mei 2013
5.47 %
April 2013
5.57 %
Maret 2013
5.90 %
Februari 2013
5.31 %
Januari 2013
4.57 %
Desember 2012
4.30 %
Nopember 2012
4.32 %
Oktober 2012
4.61 %
September 2012
4.31 %
Agustus 2012
4.58 %
Juli 2012
4.56 %
Juni 2012
4.53 %
Mei 2012
4.45 %
April 2012
4.50 %
Maret 2012
3.97 %
Februari 2012
3.56 %
Januari 2012
3.65 %
Desember 2011
3.79 %
Nopember 2011
4.15 %
Oktober 2011
4.42 %
September 2011
4.61 %
Agustus 2011
4.79 %
Juli 2011
4.61 %
Juni 2011
5.54 %
Mei 2011
5.98 %
April 2011
6.16 %
Maret 2011
6.65 %
Februari 2011
6.84 %
Januari 2011
7.02 %
Desember 2010
6.96 %
Nopember 2010
6.33 %
Oktober 2010
5.67 %
September 2010
5.80 %
Agustus 2010
6.44 %
Juli 2010
6.22 %
Juni 2010
5.05 %
Mei 2010
4.16 %
April 2010
3.91 %
Maret 2010
3.43 %
Februari 2010
3.81 %
Januari 2010
3.72 %
Desember 2009
2.78 %
Nopember 2009
2.41 %
Oktober 2009
2.57 %
September 2009
2.83 %
Agustus 2009
2.75 %
Juli 2009
2.71 %
Juni 2009
3.65 %
Mei 2009
6.04 %
April 2009
7.31 %
Maret 2009
7.92 %
Februari 2009
8.60 %
Januari 2009
9.17 %
Desember 2008
11.06 %
Nopember 2008
11.68 %
Oktober 2008
11.77 %
September 2008
12.14 %
Agustus 2008
11.85 %
Juli 2008
11.90 %
Juni 2008
11.03 %
Mei 2008
10.38 %
April 2008
8.96 %
Maret 2008
8.17 %
Februari 2008
7.40 %
Januari 2008
7.36 %
Desember 2007
6.59 %
Nopember 2007
6.71 %
Oktober 2007
6.88 %
September 2007
6.95 %
Agustus 2007
6.51 %
Juli 2007
6.06 %
Juni 2007
5.77 %
Mei 2007
6.01 %
April 2007
6.29 %
Maret 2007
6.52 %
Februari 2007
6.30 %
Januari 2007
6.26 %
Desember 2006
6.60 %
Nopember 2006
5.27 %
Oktober 2006
6.29 %
September 2006
14.55 %
Agustus 2006
14.90 %
Juli 2006
15.15 %
Juni 2006
15.53 %
Mei 2006
15.60 %
April 2006
15.40 %
Maret 2006
15.74 %
Februari 2006
17.92 %
Januari 2006
17.03 %
Desember 2005
17.11 %
Nopember 2005
18.38 %
Oktober 2005
17.89 %
September 2005
9.06 %
Agustus 2005
8.33 %
Juli 2005
7.84 %
Juni 2005
7.42 %
Mei 2005
7.40 %
April 2005
8.12 %
Maret 2005
8.81 %
Februari 2005
7.15 %
Januari 2005
7.32 %
Desember 2004
6.40 %
Nopember 2004
6.18 %
Oktober 2004
6.22 %
September 2004
6.27 %
Agustus 2004
6.67 %
Juli 2004
7.20 %
Juni 2004
6.83 %
Mei 2004
6.47 %
April 2004
5.92 %
Maret 2004
5.11 %
Februari 2004
4.60 %
Januari 2004
4.82 %
Desember 2003
5.16 %
Nopember 2003
5.53 %
Oktober 2003
6.48 %
September 2003
6.33 %
Agustus 2003
6.51 %
Juli 2003
6.27 %
Juni 2003
6.98 %
Mei 2003
7.15 %
April 2003
7.62 %
Maret 2003
7.17 %
Februari 2003
7.60 %
Januari 2003
8.68 %
Desember 2002
0.00 %